Siang itu sengatan matahari terasa membakar kulit, sinar itu menampakkan wujud aslinya di garis equator, ultraviolet itupun dengan gagah terus memancarkan sinarnya yang sempurna, menari-nari di garis depan khatulistiwa, tak pelak dedaunan pun berpesta pora memanfaatkan proses foto sintesis, karena dari situlah mahluk bumi bisa bernafas.
Di tengah panasnya ultraviolet siang hari, berjajar dan terus berdampingan, empat sosok manusia itu berjalan dengan kuda besinya yang terus setia mengerang meyusuri jalan dengan sesekali suara klakson berbunyi, itu bertanda sikap kehati-hatian penuggangnya, lalu lalang kendraan pun tak terelakkan setiap harinya melintas.
Ke empat sosok itu adalah aku bersama tiga orang mahasiswa Untan yang sedang magang, dengan harapan ia ingin tahu bagamana proses pemberdayaan yang kami lakukan. Tepatnya di pasar purnama kami janjikan akan mengadakan pertemuan dengan 5 sosok ibu-ibu sebagai peserta kelompok usaha sejahtera, yang kami dampingi.
Sampailah depan warung mungil yang berisikan bahan-bahan pengenyang perut (sembako). Sepi yang aku rasakan, di mana peserta?. gumamku dalam hati.. ada sosok lelaki setengah tua yang sedang menuggu warung itu. Sesegera mungkin aku bertanya padanya.
“dimana ibu-ibu pak?”
“Sebentar lagi mas, barusan tadi pergi kalau tak salah berlima, tapi katanya di suruh nunggu sebentar”. Jawabnya dengan sangat meyakinkan.
Tepat sekali apa yang di sampaikan lelaki itu, berlima. angka itu adalah jumlah peserta kelompok yang akan aku temui. Mangapa harus berlima sengaja aku konsep sebagai lambang proses kesungguhan mereka. Dengan angka lima itu mereka akan mudah saling megontrol temanya jika salah satu anggota tidak aktif, seadainya terjadi demikian maka yang lainya bertanggung jawab atas satu orang tersebut, dalam hal motifasi bagaimana caranya usaha mereka bisa berjalan dengan baik. Selain itu nilai positifnya dalam pencaharian seleksi anggota, menurutku lima orang adalah angka yang ideal tidak terlalu banyak, dan tidak pula terlalu sedikit.
Sengatan mataharipun mulai redup tertutup gumpalan putih dan mataku pun tertuju pada gubuk-gubuk pasar yang sunyi..aku tidak melihat seluas pasar itu orang berjualan.. analisaku, mungkin mereka pada jualan di pagi hari sehingga siang sampai sorenya sangat sepi. Lirikan matakupun tertuju ke lalu lalang kendaraan yang seakan tiada henti..menyisiri pasar rakyat yang malang itu dan sepertinya sudah ditinggal penghuninya.
Tiba-tiba di kejauhan mulai tampak tiga sosok yang tidak asing bagiku, yah dialah orang yang aku cari sebagian aggota dalam kelompok.
“Gimana kabarnya bu?” ujarku memulai perbincangan.
“Alhamdulillah baik-baik saja pak”. Jawabnya ketika bertemu.
Belum juga berbincang berjalan lama datang 2 sosok anggota lain bergabung. Genap sudah 5 orang peserta program pembedayaan terkumpul.
Waktupun terus berlalu sudah 6 bulan pembinaan yang kami lakukan terhadap 5 sosok ibu-ibu itu..cukup manyenangkan rasanya, dari kelima orang tersebut sudah mulai terlihat membaik kondisi perekonomianya. Salah satu peserta yang dulunya menjadi kuli pembuat kue di tempat orang lain, saat ini ia sudah membuka usaha sendiri dengan membuat kue di rumah, bahkan keuntunganya melebihi pada saat ia jadi kuli di tempat orang lain, ia juga sudah mempuyai pemasaran sendiri.
Ada juga anggota lainya yang hilir mudik menjual pakaian dan obat-obatan hingga Ke Ketapang, salah satu kabupaten terjauh di Kalbar dari pusat kota. dari penuturanya sangat lancar, bahkan peminatnya banyak..dengan keuntungan yang ia dapat, ia juga punya cita-cita ingin jadi guru SD, dan alhamdulillah saat ini ia memberanikan diri daftar kuliah di Universitas Terbuka di Ketapang jurusan PGSD, ungkapnya pada bulan september mulai pertama ia jadi mahasiswa baru. Ia adalah sosok ibu single parent yang punya anak satu, suaminya sudah meniggalkanya sejak anaknya masih kecil. Dalam hatiku bergumam seakan tidak percaya melihat betapa besar perjuanganya, dan itu nyata.
Sedangkan ada juga angota lainya yang jualan gorengan sekaligus jual sedikit sembako, ia bercita-cita ingin menguliahkan anaknya di STKIP, dan anaknya pun sekarang sudah diterima di perguruan tinggi tersebut. Sebagai calon mahasiswa baru. Bahkan sempat ia bertutur hampir persis apa yang pernah saya sampaikan di awal pertemuan 6 bulan yang lalu.
”biarlah aku miskin tapi jangan sampai anakku miskin, biarlah aku nggak sekolah tapi jangan sampai anakku nggak sekolah”. Tuturnya bersemangat. Begitu senang mendengarnya, mereka mempunyai semangat berjuang demi masa depan. Hatiku berdoa ”ya Allah terus bimbinglah ia menjadi lebih baik”.
Karena hari ini dua hari mendekati datangnya bulan suci ramadhan. Di pertemuan itu pula aku sampaikan materi-materi hikmah menyambut bulan rhamadhan, dan berharap mereka saling minta-maaf sesama aggota dan tetangganya.dengan harapan pada saat ramadhan ibadahnya lebih tenang karena sudah terbebas dari dosa sesama manusia. Kemudian aku tutup pertemuan dengan salam di barengi rasa senang. Sebelum berpisah aku memanfaatkan moment tersebut untuk memfotonya bersama ketiga mahasiswa yang magang mengikuti pertemuan tesebut.
Pontiank, 20 agustus 2009
0 comments:
Posting Komentar