Fenomena Kemiskinan bagi keberadaan bangsa kita seakan-akan sudah tidak asing lagi, Program uji coba pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan juga sudah dilakukan, baik melalui pembangunan infrastruktur, ataupun pemberian pinjaman langsung untuk rakyat kecil, bahkan subsidi pemberian Bantuan Langsung Tunai pun sudah di lakukan oleh pemerintah (diluar kemungkinan ada atau tidaknya sikap setengah hati pelaksanaan program tersebut). Tapi setidaknya pemerintah sudah berusaha. Biarpun hasilnya yang kita rasakan saat ini masih nihil, masyarakat yang miskin tetap miskin dan yang kaya juga tetap kaya, artinya masih belum ada pemerataan antara si kaya dan si miskin. Saat ini ada I’tikat baik dari pemerintah, yang sudah menganggarkan dana pengentasan kemiskinan, di tahun 2008 sebesar Rp.24,038 triliun, yang di harapkan jumlah tersebut dapat menurunkan angka kemiskinan dari 17,75 % (BPS,2006) menjadi 15-16,18 % di tahun depan. Anggaran penanggulkangan kemiskinan itu terdiri atas program-program yang terkait langsung sebesar Rp. 19,7 triliun dan program prioritas lain Rp.4,338 triliun, menurut Hafiz Zawawi sebagai panitia anggaran(Ap post/08/07) Sering kali pemerintah mengenggarkan dana untuk rakyat miskin cukup respon, sehingga penganggaranya juga tidak terlalu bermasalah. Tetapi yang menjadi persoalan selanjutnya pendistribusian anggaran kepada masyarakat yang kurang mendapatkan perhatiakn khusus, atau dalam progra kerjanya kurang menimbang dampak positif dan negatif yang ditimbulkan. Salah satu contoh adalah program Bantuan Langsung Tunai(BLT), yang di anggap pemerintah sebagai progran andalan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi ternyata menjadikan rakyatnya ternina bobokan. Bahkan, mengajari masyarakat untuk menjadi peminta-minta(pengemis) yang terjadi adalah kebalikan, yakni pengkerdilan potensi masyarakat, dampak lainnya, kerusuhanpun merebak di setiap penjuru daerah. Hal tersebut adalah contoh kongrit kegagalan pemerintah yang berpikir terlalu sederhana untuk kepentingan rakyat, diluar ada atau tidaknya kepentingan apa presiden membuat kebijakan menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah pasti dapat memepengaruhi kebutuhan dasar pangan bagi rakyat, karna melambungnya harga, jelas kemiskinan makin meluas, walaupun dana BLT di ambil dari keuntungan penjualan BBM. ”Merasa bangga saat memberikan ikan pada rakyat dan lupa memberikan kailnya”. Itulah kesan yang pantas bagi pemerintah saat itu, terkadanga niat baik tanpa di dasari pengetahuan atau dilatar belakangi politik pribadi/klompok, malah akan menjadi fatal akibatnya, sehingga rakyat tetap terkorbankan. Waktu mulai berlalu dan ternyata ada inovasi saat ini yang dilakukan pemerintah yakni adanya dana bergulir kepada rakyat, baik dari sektor pertanian ataupun perikanan, semoga ini menjadi angin segar yang di hembuskan oleh pemerintah kepada rakyatnya, yang bisa di sebuat ”Strategi Desa Mengepung Kota” termasuklah di dalamnya program Anggaran Dana Desa(ADD), tetapi pemerintah jangan lantas terlena, mungkin bisa jadi ini sebuah solusi untuk kesejahteraan, tetapi jika pemerintah dalam menjalankanya tidak jeli atau dalam pengawalan tidak serius(setengah hati), mungkin yang terjadi adalah kebalikanya yakni pemerintah memunculkan daftar panjang sang koruptor, baik ditataran elit sampai plosok desa, yang akan menambah keterpurukan bangsa ini. Karena bukti real yang menjadi keterpurukan bangsa ini adalah korupnya pemerintahan, seandainya birokrasi pemerintahan tidak di perbaiki.
Penyelesaian persoalan kemiskinan tidak bisa dilihat dari satu arah, tetapi harus dilihat dari berbagai arah(menyeluruh), karna antara satu titik kebijakan yang satu dengan kebijakan lainya adanya saling keterkaitan. Dengan demikian jangan hanya mengandalakan strategi jangka pendek”temporal” yang lupa pada strategi jangka panjang. Itu artinya pemerintah harus berani melakukan reformasi birokrasi baik dikelas atas ataupun bawah. Dengan memperbaharui birokrasi pemerintahan saat ini, insyaallah pendistribusian program bisa masif kemasyarakat, yang dapat di pastikan kesejahteraan akan meningkat dan tingkat kajahatan (korupsi) juga akan terkendali. Reformasi birokrasi diantaranya berusaha memadukan antara program depdagri dan dinas-dinas lain secara intensif, jika ada kesamaan program maka harus di padukan, karena saat ini kerjanya terkesan masing-masing. Selain itu, tetap melibatkan lembaga pengontrolan secara ketat, baik dari birokrasi pemerintah (DPR,dll) atau pelibatan pihak swasta termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan atau gagalnya perogram yang telah di jalankan, sekaligus memberikan bimbingan langsung kepada masyarakat, sehingga proses evaluasi untuk program kedepanya lebih terkontrol dan realistis.
Selain program pemerintah yang telah malang melintang, demi mewujudkan masyarakat sejahtera, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saat ini juga perperan aktif membantu masyarakat demi mencari solusi alternative, biasa di kenal dengan program ”Comunitiy Organizer”, dan bersungguh-sungguh melaksanakan programnya, walaupun tanpa campur tangan pemerintah. Karena memang terkadang antara pemerintah dan LSM sulit untuk duduk bareng demi menyelesaikan masalah kemiskinan. Bahkan terkadang, yang terjadi ada saling kecurigaan antara LSM dan Pemerintah, padahal mempunyai tujuan yang sama.
Menurut saya, strategi yang terbaik sebagai alat monitoring program pengentasan kemiskinan adalah pelibatan LSM, karena mereka sudah teruji loyalitas dan kredibilitasnya, bahkan cukup masif dalam program pengentasan kemiskinan, itu artinya pemerintah sudah harus bisa mengadahkan tanganya menerima pihak non pemerintah dalam melakukan kerja sama demi terwujudnya masyarakat sejahtera. Allahuallam bishoab.
0 comments:
Posting Komentar